Dari konsepsi Lontar Sundarigama, didapatkan kesimpulan bahwa hakekat
Galungan adalah merayakan menangnya Dharma (kebenaran), melawan Adharma
(kebatilan). Untuk memenangkan Dharma tersebut, ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah hari raya Galungan.Sebelum Galungan ada disebut Sugihan Jawa, dan Sugihan Bali.
Sugihan Jawa dilaksakan enam hari sebelum Galungan, yaitu pada kamis
wage,wuku Sungsang. Makna dari Sugihan Jawa adalah menyucikan Bhuwana
Agung (bumi ini) diluar dari Manusia. Kata Jawa disini berati Jaba/luar,
dalam Lontar Sundarigama disebutkan : pada Sugihan Jawa merupakan
pasucian dewa kalinggania pamrastista Batara kabeh (Pasucian Dewa,
karena hari itu adalah hari panyucian semua Bathara). Pelaksanaan
upcaranya dengan membersihkan semua tempat dan peralatan upacara pada
masing-masing tempat suci.
Kemudian ada Sugihan Bali, yang disebutkan menyucikan diri sendiri
(menyucikan badan jasmani kita masing-masing). Dalam bahasa Sansekerta,
kata Bali artinya kekuatan yang ada dalam diri kita, dan itulah yang
disucikan. Sugihan Bali dilaksanakan pada Jumat Kliwon wuku Sungsang.
Hari Minggu (redite ) paing wuku Dungulan, diceritakan Sang Kala Tiga
Wisesa turun mengganggu manusia, maka dianjurkan untuk mendiamkan
pikiran agar tidak dimasuki oleh Butha Galungan (Anyekung Jnana). Orang
yang pikirannya suci tidak akan dimasuki oleh Butha Galungan.
Pada hari senin pon wuku dungulan, dua hari sebelum galungan, disebut
Penyajaan Galungan, pada hari ini orang yang memahami Yoga dan Semadhi
melakukan pemujaan. Penyajaan berasal dari kata "Saja", yang artinya
kesungguhan hati untuk menyambut Galungan dan Kuningan. Masyarakat
mewujudkan dengan membuat jajan atau penganan.
Pada anggara (selasa) wage wuku dungulan, disebut Penampahan Galungan,
hari ini dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan, dengan
upacara pokok yaitu membuat banten Byakala. Masyarakat kebanyakan
padahari ini menyembelih babi sebagai binatang korban. Makna
sesungguhnya adalah membunuh atau mengendalikan sifat-sifat kebinatangan
yang ada pada diri kita.
Kemudian pada Budha (rabu) kliwon wuku dungulan, adalah Hari Raya Galungan, yaitu hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Baca makna hari raya Galungan.
Perayaan hari raya Galungan, tidak dapat dilepaskan dari keberadaan penjor
yang merupakan simbol dari Gunung, yang memberikan keselamatan dan
kesejahtraan. Penjor dibuat dari sebatang bambu yang ujungnya
melengkung, dan dihias dengan daun kelapa yang masih muda (janur).
Biasanya di pasang di depan rumah, sanggah dan lengkungan penjor
menghadap ke jalan.
Keesokan harinya, pada kamis umanis wuku dungulan, dinamakan hari Manis
Galungan, hari ini umat mengenang betapa indahnya kemenangan Dharma.
Biasanya masyarakat mewujudkan dengan mengunjungi tempat-tempat yang
panoramanya indah, dan juga mengunjungi saudara dan keluarga.
Hari berikutnya , pada sabtu pon wuku dungulan, dinamakan hari Pemaridan
Guru, hari ini dilambangkan Dewata kembali ke Sorga dan meninggalkan
anugerah yaitu hidup sehat panjang umur.
Hari jumat wage kuningan disebut Penampahan Kuningan, hari ini hanya
dianjurkan untuk melakukan kegiatan rohani untuk melenyapkan kekotoran
pikiran. Pada Lontar Sundarigam tidak disebutkan upacara yang meski
dilakukan.
Sabtu kliwon wuku kuningan, disebut Hari raya Kuningan, dalam Lontar
Sundarigama disebutkan upacara menghaturkan sesaji pada hari ini
hendaknya dilakukan pada pagi hari, hindari melakukan upacara lewat dari
tengah hari, karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara
diceritakan kembali ke Swarga, atau Sorga.
Home »Unlabelled » Rangkaian Hari Raya Galungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar